Sehari hari Orang Kaya yang ku kenal

Rutinitas pagi mereka, pergi ngopi dengan mobil kisaran 300 jutaan lebih, WA teman dulu, ngajak ngopi ni, sambil sarapan, pakai celana jeans Levis dengan kemeja putih dan jam tangan se-budget dua motor bebek.

Dua status material simbol penting yang mencerminkan diri-nya sebagai orang kaya, jam tangan dan mobil mewah, dua itu saja, sisanya sandang dan makanan, mereka punya selera sederhana saja, yang penting nyaman untuk mereka. Orang kaya bisa saja punya dompet bagus, tapi mereka ga pernah menggunakan kartu kredit, orang kaya yang ku kenal, terbiasa menggunakan Cash, bahkan Cashnya ga masuk di dompet, Cash tebalnya berwarna merah hanya terlipat di kocek celana-nya, lihat saja bagaimana cara mentraktir kamu atau teman-temannya.

Yang terbiasa menggunakan kartu kredit, kebanyakan istri-nya atau anak-anaknya, hangout di cafe mahal atau nge-mall. Orang kaya itu sendiri ga pernah ngopi di tempat mahal, jauh sekali selera-nya, kecuali menerima tamu terhormat, orang kaya yang ku kenal menghibur tamunya dengan membawa makan ke restoran ternama atau hotel.

Pernah dengar, kadang orang kaya suka sengaja tidak membayar utang atau tagihan kreditnya lunas, itu bisa jadi keringanan untuk laporan keuangan, pajak atau aset mereka, tapi yang jelas mereka hanya wajib membayar pajak mobilnya, demi transportasi sehari hari mereka.

Cara orang kaya merintis bisnis yang ku kenal, mereka mulai dari kecil, ada yang buka warung kue dulu, orang bisa nitip jualan kue-nya di situ atau ada yang buka depot galon terlebih dahulu, jualan ikan, untuk sebagai penghasilan sehari hari mereka, untuk menuju langkah selanjutnya, mereka melihat fondasi-nya apa dulu di bisnisnya, untuk kalangan pedagang mereka lebih suka mengambil kredit, secara psikolog menurutnya jadi tanggung jawab secara tidak langsung mau ga mau bisnis mereka harus maju, karena udah mengambil keputusan besar, passion belum tentu, tapi semangat bisa jadi patokannya.

Orang kaya yang ku kenal kadang merasa optimis kadang pesimis, jika dia pesimis, dia harus meragukannya terlebih dahulu melihat kondisi, realitasnya, kadang kondisi seperti ini membuatnya kreatif. Jika dia sedang optimis, berarti mereka sedang merealisasikannya, mempertahankan bisninya, produknya dan yakin terhadap dirinya. Jika dua kondisi tersebut terbalik, optimis saat tidak realitis bisa menjatuhkannya, pesimis saat merintis bisa membuatnya putus asa.

Orang kaya yang secara konteks profesional dalam talent-nya, mereka udah siap secara skill dan network, tantangannya kompetisi di mana mana, belum lagi faktor resiko dan pasarnya gimana, sekali dapat cuan-nya gede sekali, hanya saja waktunya musiman, orang kaya seperti ini yang ku kenal, seorang freelance, bersyukur dengan apa yang mereka dapetin dari hasil pekerjaannya. Bulan depan belum tentu sama dengan bulan lalu. Tetap berusaha aja.

Orang kaya yang ku kenal menjalankan bisnis yang membosankan, bisnis yang bukan jadi bahan bicara publik, bisnis yang tak pernah disadari kalangan umum, ternyata bisa jadi mesin uang untuk potensi ke depan, bisnis mereka kebanyakan mencerminkan sehari – hari masyarakat. Contohnya, jika dia pedagang, bisa saja dia penjual alat alat untuk membangun rumah, jika dia seorang saudagar, dia punya pabrik tambang bahan mentah untuk membuat komponen karbon mobil.

Orang kaya yang ku kenal, seorang pelajar yang selalu penasaran, ga mengenal muda ataupun tua, dia tetap ingin mencoba dan menguasai suatu hal, apalagi itu menyangkut prospek bisnis selanjutnya mereka.

Orang kaya yang ku kenal sangat sensitif dalam finansial-nya, pertama mereka ga suka pergi traveling, yang suka pergi traveling hanya Istri-nya dan anak anak-nya, mereka bukan sibuk dengan pekerjaannya, mereka hanya tahu cara bahagia-nya, ngopi sama teman temannya atau minum sendiri depan TV dengan cerutu-nya atau diam diam selingkuh* dengan wanita malam. Jika mereka traveling, itu hanya kehadiran pekerjaannya, main golf bukan niat untuk hobi main golf, nginap di hotel bintang lima bukan niat untuk tidur bintang lima, jauh sekali untuk menikmati suasana mewah apalagi men-share nya di sosial media.

Tujuannya hanya satu, tidak menyia-yiakan waktu dan uang-nya.

Orang kaya yang ku kenal diam diam sering berpergian ke luar kota, dinas di mana mana, hanya demi panggilan kerja atau potensi baru,

Orang kaya yang ku kenal tidak menampakkan kekayaan-nya dari ucapan hingga identitas dirinya, orang kaya yang ku kenal lebih bangga menceritakan pengalaman selama merintisnya, itu secara naluri jika orang menanyakan asal usulnya, bukan soal buka bicara kepada satu sama lain. Mereka bermaksud tetap rendah hati yang mereka depankan profesional.

Orang kaya yang ku kenal, mereka ga tahu apa yang viral saat ini, mereka belum tentu tahu apa isu pemerintah sekarang dan efek kebijakan terhadap masyarakat, kalaupun dia mau beli minyak goreng karna harga naik, dia butuh minyak goreng memang untuk goreng telur dadar, bukan seperti kekhawatiran ibu ibu cari minyak goreng subsidi, karena mereka kaya. Mungkin berita yang mereka tahu, kenapa tahun ini ada perubahan pelaporan pajak, PPN naik 11%, inti-nya yang pengaruh dengan aktivitas bisnis mereka.

Mereka jarang tahu viral, karena ga punya sosial media, yang mereka tahu hanyalah WhatsApp dan Email, Twitter bukan mainan mereka, Twitter hanya mainan para orang kaya yang punya startup, kalangan media, orang politik dan industri kreatif. Kalau orang kaya yang ku kenal, mereka paling sedikit punya aplikasi di Smartphone-nya. Kalaupun mereka ingin belanja, mungkin belanja online hanya lihat lihat aja, mereka belanja hanya sesuai kebutuhannya, saatnya beli celana Jeans baru, karena celana Jeans yang lama belum kering di jemuran, sedangkan besok pagi mesti dipakai, β€œYa udah malam ini ke Mall, sekalian belikan anak anak Takeaway”..

Untuk Smartphone, orang kaya yang ku kenal kebanyakan pakai Android untuk kategori orang kaya yang merakyat alias ga punya sosmed, setidaknya mereka punya akun online untuk lapor pajak, jika pun mereka pengguna iPhone, orang kaya yang humble jarang sekali ganti iPhone terbaru, kecuali anaknya merekemondasi-nya, yang suka ganti iPhone biasanya Istri-nya atau anak – anaknya, karena mereka yang suka banggain di sosial media.

Orang kaya yang ku kenal, selalu mengambil inisiatif duluan, rata rata mayoritasnya dari kalangan pengusaha,

Orang kaya yang ku kenal, punya aset berwujut jangka panjang, kebun kelapa sawit di mana mana, tanah ladang dengan berbagai bahan mentah tambang, mereka juga punya merchandise bisnis makanan ala gen-Z sekarang, kopi kopi di gelas cover plastik, lagian mereka ngopi-nya masih di warung kopi pak tua di kota lama, uangnya bergerak sendiri karena asetnya.

Mungkin ini inspirasi bagus kenapa film film kriminal tahun 90an sebenarnya mengajarkan cara berbisnis, bukan lihat dari kejahatan yang mereka perbuat, tapi mindset kreatif mereka untuk memperbesar bisnisnya, selain bertahan menghindari otoritas, mereka masih sama menginginkan bisnisnya tetap stabil.

Orang kaya yang ku kenal, punya istri yang bukan seorang pekerja, mungkin saja mereka dulunya pekerja sebelum nikah, langsung keluar dan fokus berumah tangga, istrinya selalu memberikan dukungan apapun dalam kondisi suka duka dalam rumah tangga, terutama demi perjuangan suami-nya, istrinya bersabar tetap di rumah juga membesarkan anak anaknya. Namun sang suami yang lagi berjuang, belum tentu bersabar di tengah tengah medan perangnya, banyak godaan yang bisa menjatuhkan mental nafsu-nya. Karna orang kaya yang ku kenal, tidak sedikit mengalami penceraian mengecewakan diri masing masing.

πŸ™πŸ™πŸ™

Thanks for reads, hope you enjoyed it, sharing this article on your favorite social media network would be highly appreciated πŸ’–! Sawernya juga boleh

Published